Cari Blog Ini

Selasa, 13 Agustus 2024

JANGAN AJARI AKU MENGGAMBAR SKETSA MAUTMU

 (PERINGATAN UNTUK JOKO DKK) 



l

Kalau kau mau kugambar sketsa mautmu, datanglah ke wisma itu ! 
Maut itu di atas meja diselimut jarik
Maut itu dalam jarik lamban, beralas tikar tapi hitam
Maut itu hidup-malas untuk tiba-tiba meledak;
Menghembuskan bunyi yang seram mengembang seprei,
Saat orang-orang alpa sepertimu pulas tertidur.

Kalau kau mau kugambar sketsa mautmu, datanglah ke wisma itu ! 
Maut itu ranjang berlayar menuju pelabuhan; 
Tapi kapal berkayuh delapan,
Dimana ia menunggu berpakaian laksanama.
Maut itu menyerupai sapu;
Menyapu lantai mencari orang mati,
Ia berada dalam sapu,
Dan lidahnya berjarum mencari benang, 
Mencari orang mati.

Kalau kau mau kugambar sketsa mautmu, datanglah ke wisma itu ! 
Maut itu........, saat kau harus mati
Dengan penuh luka, ngeri.

ll

Alangkah sepinya mereka yang mati,
Kawan !
Di sini di mana orang mati sendiri.

Betapa suram kau menyeret diri mereka, 
Pelahan, masuk hari penuh bencana.

Maut di sini kejam,
Kawan !
Di mana padang terlalu lapang,
Di mana langit tinggi, tinggi di luhur.

Di sini ; kau hanya sekelumit 
Begitu sengsara ditinggal di atas padang hitam. 
Di bawah langit, 
Di mana kau mengajak mereka menerjuni medan, 
Sementara yang lain diam; tak bergerak di ambang pintu.
Dan jalan lesu menuntunmu ke pekuburan,
Lewat ; kubur-kubur penuh belulang senyap,
Sepotong kamboja putih bakal kujatuhkan di nisan, 
Nisanmu, yang sepi sendiri.

Nganjuk, 12 Agustus 2024
DIENZA AGOESTHA

Rabu, 07 Agustus 2024

KEPADA SAMBOTAK HANING


Aku bermaksud dengan tidak terharu,
Dengan suara keras mengucapkan puisiku ini
Sungguh dan dingin,
Yang bakal kaudengar !
Kauperhatikan apa isinya.
Dan awaslah terhadap kesan yang mau tak mau,
Membekas olehnya;
Sebagai suatu cacat dalam khayalmu yang kacau dan angkuh, 
Tampakkan aslimu yang begitu dungu. 

Eiiittt., sesekali jangan percaya aku bakal lebih dulu mati,
Siar mimbarku belum lagi suatu kerangka,
Dan usia tua belum lagi hinggap di keningku,
Yang mengkilap. 
Kesampingkan saja hasrat, jika kauingin mengumpat !

Bagaimanapun juga, jika sanggup kau setenang aku dalam membaca bahan.
Yang telah aku menyesal menawarkan kepadamu,
Lalu mukamu memerah; memikirkan apa benar jantungmu masih berdegup,
Dan masih begitu merah, itu warna darah yang mengkristali otakmu. 

Sambotak, kenapa mesti kaupertanyakan;
Jika putusan peteuen bukan hanya milikimu,
Jika putusan peteuen begitu berpihak untuk pegeeriku, 
Jika putusan peteuen tak bisa tumbuh dari hasil Unipah selingkuh,
Jika putusan peteuen  adalah rasa pedas sayur-mayur yang dimasak istriku, 
Dan jika putusan peteuen bukan segelas teh hangat yang dibuat si Unipah, lontemu !
Kau mau apa ? 
Apa hakmu memertanyakannya ?
Apalagi melarang; pegeeriku untuk menang !

Sambotak, tak putus-putusnya kau bergembar-gembor;
Perguncingkan hal-hal yang remeh,
Hingga kadang kau lupa siapa dirimu;
Seekor anjing buduk, yang ingin mendapatkan hanya sebatang tulang kering tak berdaging. 
Sambotak, teruslah menggonggong, dan jangan berhenti, sebelum kau kukremasi.

Ach, maafkan aku Sambotak, 
Aku namai kau Sambotak, 
Karena ternyata dungumu melebihi botakmu. 

Nganjuk, 4 Agustus 2024
DIENZA AGOESTHA


 

Berita Hot

Sambutan Ketua Umum dalam HUT Ke-80 PGRI dan HGN 2025

 HUT KE-80 PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA DAN HARI GURU NASIONAL TAHUN 2025 SAMBUTAN KETUA UMUM PENGURUS BESAR Assalamu’alaikum warrahmat...

Berita Populer